Bebek dan Fallback

Bebek dan Fallback

Lagi ‘macet nulis’. Sudah berbulan-bulan lamanya tidak menulis. Banyak cerita tertahan dan tidak sempat tertulis di blog ini. Aku, sang pendekar isteri (halah) sedang super duper ektra sibuk sama kerjaan di kantor. Kali ini pendekar isteri mau menulis cerit baper beberapa minggu lalu.

Setiap pilihan ada konsekuensinya.

Klise, tetapi terkadang harus tetap perlu dinyatakan hanya sekedar mengingatkan. Setelah dapat gelar baru ‘Bunda’, dan diskusi yang alot sama pendekar jagoan akhirnya diputuskan pendekar isteri tetap bekerja, alhasil jadilah pendekar isteri seoarang bunda sekaligus wanita karier. Alasannya untuk tetap menjadi seorang ibu dan pekerja dapat disimak pada cerita working mom full time mom.

Saat ini Ifa sudah berusia 18 bulan dan berarti selama itu juga aku menjalani kehidupan sebagai ibu dan sebagai pekerja. Sebelumnya salut yaa, buat para emak-emak senior yang berhasil menjalani kehidupan sebagai ibu dan pekerja. Mulai dari bayi, lalu anak tumbuh besar, lalu berhasil menjadi orang sukses. Pekerjaan yang tidak mudah! (Angkat jempol buat self spirit). Menjadi ibu dan wanita karier merupakan pe er tambahan yang butuh ekstra fokus, butuh cara yang pandai untuk membagi waktu dan perasaan antara kesibukan dan kewajiban kerjaan, me time dan juga menjalani kewajiban sebagai seorang ibu. Pasti ada up and down dalam menjalaninya.

Baper dimulai Jumat lalu, Selesai fixing problem saat deploy project, Duo pendekar baru pulang pada Sabtu paginya pukul 02.00 wib. Kami memutuskan untuk tetap menjemput dan mengganggu Ifa ditengah tidurnya, karena dua alasan pertama, komitmen semaksimal mungkin diusahakan untuk ada waktu Ifa bersama ayah bundanya dalam 1 hari walau hanya tidur malam bersama. Kedua, karena Ifa belum mendapatkan haknya hari ini yaitu nenen, dan aku sendiri juga sudah kangen ritual malam, menyusui Ifa sambil bercerita atau membacakan doa sampai dia tertidur. Sesaat waktu dipindahkan ke kasurnya, Ifa terbangun, lalu memanggil ‘nda.. nda..’ (bunda) lalu kembali terlelap.

Beberapa jam berikutnya, duo pendekar kembali mengantar Ifa ke rumah Oma dan Opa nya. Ketika hendak pergi ke kantor, Ifa sudah bangun, tidak henti-hentinya memanggil pendekar isteri:

Ifa:‘nda.. nda.. nda..’
sembari membongkar mainannya, tiga anak bebek dan induknya. Ifa ngajak main, tetapi pendekar isteri harus segera pergi.
Bunda Ifa:(Dengan terpaksa harus ke kantor) Ifa  main dulu ya sama oma opa, bunda harus ke kantor kerja dulu.
Ifa:‘Nda.. nda.. Bebetz (maksudnya bebek, sembari memberikan anak bebek karetnya ke pendekar isteri)
Bunda Ifa:(menyerahkan anak bebek karet ke Ifa) Ifa main sama oma dan opa dulu yaa..
Ifa:‘Nda.. nda.. Bebetz.. (kembali menyerahkan anak bebek karetnya) wa.. (owh Ifa mau pendekar isteri membawa anak bebek karetnya)
Bunda Ifa:Owh Ifa mau bunda bawa ya bebeknya, ini bunda bawa yaaa.. Ifa tunggu bunda ya, main sama oma opa dulu. (rasanya sedihnya tidak ketolong)

 

Kalau sesuai schedule, testing akan selesai pukul 15.00 wib dan kami sekeluarga akan berkumpul sebelum magrib tiba. Akan tetapi, pada kenyataannya karena beberapa temuan, testing selesai pukul 18.30 wib dan tiba di rumah pukul 20.30 wib dengan status aplikasi siap live di hari Senin. Saat menyadari sudah pasti akan pulang telat lagi, pendekar isteri hanya menatap bebek karet yang diberi Ifa dengan perasaan makin bersalah dan sedih. Melihat anak bebek karet yang lucu, malah semakin membuat perasaan semakin tidak enak. “Ahh.. aku ini si induk bebek yang meninggalkan anaknya”. Hari Minggu nya, Ifa tidak lepas dari gendongan dan lebih manja, seolah-olah kemana saja pendekar isteri pergi, dia mau ikut. Dengan senang hati duo pendekar main sama Ifa dihari itu.

Senin harinya, awal launching aplikasi tidak lebih baik, kesenangan hanya bertahan beberapa jam awal saja dipagi hari. Selanjutnya, dua problem besar yang akhirnya tidak mau menyerah membuat aplikasi harus di fallback. Anak bebek karet yang masih pendekar isteri bawa hanya dapat tersenyum seolah-olah mengingatkan, Ifa tahu kok bunda kerja, Ifa tunggu ayah bunda balik sambil main sama Oma Opa, Bunda cepat pulang yaaa.

Senin dan Selasa yang panjang, pendekar isteri baru bisa merasakan tubuh mugil Ifa dalam pelukan setelah 34 jam dari pelukan terakhir kalinya. Tanpa rencana untuk meninggalkan Ifa begitu lama.

Dalam Hidup pasti ada pilihan..

Kenapa Ifa meminta pendekar isteri membawa anak bebek karet saat akan kerja? Mungkin hanya sekedar memberi saja. Kenapa anak bebek, bukan induk bebeknya? Mungkin hanya kebetulan saja. Akan tetapi sempat terpikir kalau Ifa ingin agar kami ingat dirinya sembari ayah bunda lembur, Ifa tidak bisa ikut (pendekar isteri selalu bilang ke Ifa, Ifa akan selalu sama bunda kecuali kalau ayah bunda kerja, terpaksa Ifa nda ikut dulu).

Balita sepertinya mengerti kondisi orangtua nya, selama ditinggal Ifa tidak menyusahkan kecuali tidurnya lebih malam karena menunggu ayah bundanya, sesekali minta digendong kalau terdengar suara mobil sambil menujuk pagar, dan berkata ‘ayah.. nda..’ (cerita Oma). Betapa kemampuan yang luar biasa yang dimiliki oleh balita untuk dapat mengerti dan melalukan adjust terhadap lingkungan dan orang tuanya, padahal untuk dapat berjalan saja mereka masih bisa terjatuh.

Aplikasi fallback, semua kembali ke kondisi semua sedikit pernak pernik pasca fallback pasti ada akan tetapi dapat diselesaikan. Kembali normal. Tetapi bebek karet tidak bisa fallback, waktu yang sudah hilang tidak dapat kembali, waktu Ifa. Bebek tidak dapat mengembalikan ke kondisi awal seperti halnya fallback. Akan tetapi, walau tidak dapat membalikkan ke keadaan seperti dulu, bebek memberikan kenangan. Hal baru yang kami terima dari tangan kecil Ifa dan senyum manisnya, Seperti apapun orangtuanya, Ifa akan menyambut kami pulang dengan senyum dan pelukan hangat. Ada pengertian darinya untuk kami.

 

2 Replies to “Bebek dan Fallback”

  1. ada pengertian darinya untuk semua orang tua

  2. perlunya pendampingan orang tua

Leave a Reply