Menjadi working mom atau full time mom adalah keputusan yang sudah dipilih oleh seorang ibu dan kemungkinan sudah didiskusikan dengan suami atau bahkan dengan keluarga besar. Kedua opsi tersebut merupakan hak setiap keluarga sehingga tidak selayaknya apabila ada pembelaan disatu pilihan dan memojokan pilihan yang lain.
Saat ini aku memutuskan untuk menjadi working mom. Bukan keputusan yang mudah dan tanpa alasan. Sebulan sebelum cuti melahirkanku selesai, aku sudah banyak membahas masalah resign dari pekerjaan dengan pendekar jagoan (baca:suami), mau menjadi full time mom, mau mengurus Ifa sendiri, mengetahui setiap detik perkembangan Ifa dan hal lain sejenisnya. Semakin mendekati cuti melahirkanku selesai, aku dengan yakin membuat pernyataan (bukan permohonan ^^) ke pendekar jagoan bahwa aku akan berhenti bekerja dan menyurus Ifa. Selesai. Titik!
Lho kok sekarang malah jadi working mom?
Keputusannya? Aku tetap bekerja dan saat tulisan ini dibuat Ifa sudah berusia 9 bulan. Kok bisa? Mulanya sulit, hampir butuh 3 bulan untuk menyesuaikan hati, dimulai dari tidak tega meninggalkan Ifa yang masih tidur waktu berangkat pagi, belum lagi ditambah adegan drama melepas Ifa dari gendonganku dengan sedikit paksaan karena dia tahu kalau akan aku tinggal bekerja. Saat di kantor seharian kangen sama Ifa, waktu kerja juga ingat Ifa terus (udah kayak ABG pacaran). Malam hari ketika perjalanan pulang, rasa bersalah semakin bertambah karena sewaktu tiba di rumah sudah terhitung malam. Aku mengakui apabila produktivitas saat awal masuk kerja selepas cuti jadi agak berkurang, karena istirahat yang kurang dan masih dalam masa adaptasi dengan status sebagai ‘Ibu’ yang penuh dengan pernak pernik baru serta tambahan checklist yang butuh ekstra perhatian. Namun, tetap semuanya aku jalanin sampai pada suatu keyakinan yaitu benar-benar sudah tak tertahan berarti berhenti.
Hampir 3 bulan pernyataan “coba dulu” yang sempat diutarakan suami dan mama ku terjawab. Ternyata, dengan bekerja itu berarti membantu aku untuk menyeimbangkan kehidupan, yang artinya, memperkecil tingkat stress yang kemungkinan akan aku alami. Bisa dikatakan bekerja adalah me time versi aku. Bekerja membuat aku tetap mendapatkan hal-hal baru serta informasi tambahan yang terkadang berguna untuk kebaikan Ifa. Titik keyakinan untuk berhenti semakin lama semakin pudar. Tambahan lainnya yang tidak kalah penting, aku dapat membantu suami untuk lebih sejahterakan keluarga secara finansial yang berarti satu masalah keluarga sudah teratasi! Pernyataan ini bukan berarti anak membuat stress. Malah sebaliknya, kehadiran anak yang aku rasakan justru membuat kita lebih bersemangat dalam hidup dan lebih fokus dalam meraih impian.
Sebagai seorang ibu (baca: wanita serbabisa), kita juga layak memiliki me time yang membantu kita untuk tetap dalam jalur emosi yang stabil. Ibu dengan emosi yang stabil dapat menjadi Ibu yang baik untuk anak-anaknya, mengeluarkan energi positif untuk anak dan sang ibu sendiri, dan tentunya akan menjadi ibu yang lebih bahagia.
Selanjutnya, semua terasa lebih ringan. Diperjalanan pulang ke rumah aku lebih antusias untuk bertemu Ifa, apalagi kalau sudah mendekati weekend. Ifa juga tidak kalah antusias buat bertemu bunda nya. Walau tidak bisa bersama Ifa 24/7 namun lama kelamaan aku sadari bahwa saat bersama Ifa semuanya lebih berkualitas. Apa artinya kuantitas jika tidak berkualitas? Untuk itu aku lebih fokus untuk menggali perkembangan emosi Ifa, dan bagaimana memberi kesan mendalam buat Ifa. Saat bersama Ifa berarti duniaku adalah dia, belajar memahami dan mengisi setiap absen sebelumnya.
Alhamdullilah Ifa masih mengenali bunda nya dengan baik hahaha.. Kalau aku lagi di rumah terkadang maunya nempel terus dan sampai sekarang pun masih tetap bisa full ASI.
Pilihan bebas setiap ibu.. Working mom or full time mom
Semua pilihan yang diambil adalah kebebasan pribadi. Menurut aku tidak akan ada jawaban yang paling benar apabila ditanya pilihan mana yang lebih baik. Selama anak masih dalam pengawasan yang baik dan bertanggung jawab saat ditinggal ibu bekerja, selama anak dapat tumbuh dengan baik dan sehat, selama hubungan anak dan orang tua tetap terjalin, dan selama seorang ibu bisa membagi waktunya antara pekerjaan dan rumah dengan bijaksana, aku rasa tidak ada salahnya untuk menjadi working mom. Kita tidak perlu merasa terpaksa untuk memilih selagi pilihan tersebut tidak merugikan anak. Seorang working mom juga tetap bisa memberikan ASI eksklusif.
Aku seorang working mom sampai saat ini dan alhamdullilah semua berjalan dengan baik. Bersyukurlah untuk ibu-ibu yang bisa memilih full time mom dan seharian dapat bersama buah hati dan mengamati perkembangnya. Itu adalah anugerah. Untuk ibu-ibu lain yang memilih menjadi working mom karena alasan apapun juga; yang aku percayai pasti baik tetaplah bersemangat, semua pasti bisa dilalui dan buanglah pikiran atau rasa bersalah yang menanggap kita tidak memperdulikan anak. Kita tidak memerlukan pembelaan atau pencibiran atas pilihan yang kita ambil untuk kebaikan keluarga bukan? Mari saling bijak dan saling berempati. <3<3<3
Jika aku ditanya ingin menjadi full time? Mungkin kedepannya iya. Full time mom but working, Bagaimana ya? Hahaha.. Itu adalah suatu impian tersendiri dimana aku dapat selalu berada dekat dengan Ifa kemana pun aku pergi termasuk saat bekerja. Wanita yang bahagia sudah pasti menjadi ibu yang baik.
Saya suka nih kalau ada tulisan seperti ini. Terutama prinsip bahwa kita layak bahagia agar bisa memancarkan kebahagiaan itu kepada keluarga. Salah satunya ada me time untuk aktualisasi diri dengan bekerja.
Sebagai perempuan, kita punya hak sama mengenai aktualisasi diri. Dan itu tidak lagi jadi halangan untuk tetap menjadi ibu yang baik. Khususnya jadi ibu yang berkualitas.
Hai Bunda salam kenal. Terima kasih sudah mampir..
Iyaa setuju banget, Bun.. Setiap ibu harus selalu happy agar keluarga selalu bahagia..